BELAJARLAH SEPERTI PELANGI

Lelaki itu menggenggam erat Kecrekan Kayu. Sedari tadi ia memainkan untuk mengiringi bernyanyi dari satu tempat ke tempat lain. Terik matahari tak malu menampakkan sinarnya siang itu. Anjar tahu betul lagu yang sedang tren. Ditambah suara merdu Anjar sangat percaya diri mengamen di terminal pakupatan, serang, bersama kedua temannya, Handi dan Ega.

Anjar adalah anak tunggal dari nelayan dan buruh cuci di desa Teluk, Labuan. Dua tahin lalau orangtuanya meninggal karena penyakit yang menurutnya hanya demam biasa. Anjar ingat sekali waktu orangtuanya sakit. Ia berusaha membawanya ke klinik terdekat. Namun karena tidak mempunyai cukup biaya  dan tidak memiliki surat keterangan miskin, mereka tidak diterima dan dipaksa keluar. Dari situlah Anjar menganggap, pemerintah daerah tidak pernah memperhatikan rakyat miskin sepertinya. Untuk makan saja sudah susah apalagi berobat. Bukankah klinik kesehatan itu prasarana bersama? Tetapi mengapa rakyat miskin sepertinya tidak mendapatkan keadilan? Anjar merasa, dari sekian banyak dana yang dikeluarkan pemerintah, tidak ada sedikitpun yang ia rasakan. Misalnya pengobatan gratis yang sering dipromosikan pemerintah.

Semenjak ditinggalkan kedua orangtuanya, ia tidak punya tempat tinggal yang tetap namun setiap harinya Anjar selalu menyempatkan untuk belajar di sebuah pondok belajar yang didirikan aktifitas muda bernama Nanda. Kadang Anjar memilih tidur di pondok belajar tersebut dari pada harus tidur di jalanan.
Anjar tahu betul pendidikan masih sangat perlu baginya. Saat Nanda mengajak belajar bersama. Anjar sangat bersemangat. Anjar bertekad membangun negeri ini dan memperbaiki prasarana sosial khususnya untuk rakyat miskin seperti dirinya. Anjar sangat senang masih bisa belajar gratis di tempat itu karena setahunya, kini untuk mendapatkan pendidikan pun sangatlah mahal.

Anjar sangat mengidolakan Nanda yang selalu memotivasi orang-orang seperti Anjar. “kak Nanda suka banget demo ya? Kok perasaan aku sering banget lihat ka Nanda di televise sedang demo.”
“Bukan suka Anjar tapi Kakak memang ingin menegakkan keadilan, apapun prospeknya itu. Keadilan harus ditegakkan bukan?”

Nanda cukup peduli dengan anak jalanan yang kurang untuk dapat pembelajaran yang layak. Padahal dari belajarlah semua pengetahuan sebagai bekal hidup akan didapat. Nanda  sangat berempati dengan  kisah Anjar. Tapi sampai saat ini baik Anjar maupun dirinya belum mendapatkan  jawaban yang pasti untuk soal ini karena menurutnya, pemenrintah juga harusnya memperhatikan rakyat miskin. Keseriusan Anjar untuk belajar walaupun harus tetap mengamen, membuat Nanda mau membiayai Anjar bersekolah.
“Kak Nanda makasih banget ya seneng banget nih bisa bersekolah
lagi.”
“ Sama-sama Anjar. Pokoknya kamu tetep harus belajar ya dan kamu harus jadi orang hebat! Percayalah Anjar pelangimu pasti akan dating.”
Semangat Anjar tak pernah luntur karena dia bertekad dapatmerubah hidupnya menjadi sesuatu yang bisa ia banggakan kelak. Namun semenjak Anjar bersekolah,
ia jarang sekali bertemu Kak Nanda di pondoknya. Entah karena apa, yang pasti Kak Nanda, pondok selalu sepi dan beberapa pengajar di sana  jarang sekali masuk.
“Permisi De, benarkah di sisni tempat kediamannya Nanda seorang aktifis muda itu?”
“Iya benar disini kediamannya Nanda, ada apa ya Mas?” Adakah keluarganya disni? Mas Nanda masuk UGD karena demo siang tadi di kantor ke gubernuran.”
Nanda tidak mempunyai saudara mas. Ia di sisni sendirian seperti kami yang ditinggalkan kedua orangtuanya.
Anjar dan Indra segera menemui Nanda di UGD. Namun sebelum sampai disana, Nanda sudah menghembuskan nafas terakhirnya sore itu. Anjar merasa sangat tertekan. Apalagi ia meninggal bukan karena sakit tetapi karena aksi demonstrasi untuk membela rakyat kecil. Entah ada peluru yang salah sasaran ataupun memang dengan sengaja menembakkannya, karena peluru tersebut bersarang tepat di dada Nanda.
“Selamat jalan Kaka Nanda semoga diterima di sisi Allah SWT, Amin. Aku berjanji akan menjadi seperti kakak. Aku akan berusaha mendapatkan pelangiku, aku berjanji.”
            Semenjak Anjar masuk pondok itu, ia tak pernah tahu Nanda tinggal sendirian karena kedua orangtuanya bercerai sejak ia kecil. Anjar pun baru tahu, ternyata Nanda besar di lingkungan yang sama sepertinya. Besar di jalanan lalu dewasa dan menjadi sukses seperti sekarang ini.
            Sekali lagi Anjar harus kehilangan orang yang yang ia sayangi dan ia idolakan. Semenjak kepergian Nanda, Anjar menjadi semakin percaya diri dan bersemangat untuk terus menuntut ilmu. Di benaknya, ia ingin sekali menjadi pengganti Nanda yang membela rakyat kecil. Ya dia berjanji pada dirinya dan Allah SWT.


*** Lima Tahun kemudian***

            Kini Anjar slah satu mahasiswa di Universitas ternama di Jakarta dan Anjar berhasil menjadi aktifis muda lalu membangun literasi di pondok yang didirikan Nanda dulu. Anjar kini menjadi aktifis yang peduli dengan nasib rakyat miskin karena dirinya tahu dan pernah mengalami sendiri. Anjar pun tidak sendirian membangun pondok itu. Ia ditemani Egad an Handi sahabatnya dulu semasa mengamen. Keseriusannya dalam bidang sosial membuat Anjar lebih Fokus pada masalah kemiskinan. Demo adalah salah satu jalan yang Anjar sering lakukan namun demo yang bersifat MENGKRITIK bukan malah TAWURAN seperti yang sedang marak di televisi.

            “Rakyat miskin juga berhak mendapatkan penghidupan yang layak sebagaimana pemerintah memberikan kebijakan dan semoga beberapa fasilitas untuk warga dilihat dari sisi ketidak mampuan mereka. Biarkan mereka melihat Pelangi, Pelani kehidupan mereka!” begitu yang sering di suarakan oleh Anjar.
            Kata itu pula yang Anjar ucapkan sebelum menghembuskan nafas terakhirnya di tengah kerumunan para mahasiswa yang berdemo. Anjar meninggal karena ada yang menembaknya dari belakang. Mungkin ada yang tidak senang dengan Anjar ataupun memang ada peluru salah sasaran  mengenainya.
Walaupun Anjar telah menghembuskan nafas terakhirnya hari itu namanya dan hidupnya selalu dikenang dan menjadi pengingat bahwa tidak selamanya orang miskin tidak memiliki kesempatan sepertinya. Butuh keteladanan dan kesungguhan untuk mencapai sesuatu. Semoga pemerintah daerah lebih memperhatiakn rakyat miskin agar tidak adanya korban kekerasan bahkan kematian karena kurangnya prasarana. Baik Anjar maupun Nanda pasti tersenyum di Surga. Anjar pun kini dapat mengejar PELANGINYA.


“BELAJARLAH SEPERTI PELANGI SELALU BERSINAR DI KALA HUJAN RINTIK PERLAHAN DAN DI KALA MENDUNG DAN BELAJARLAH SEPERTI PELANGI SELALU MEMBERIKAN WARNA WALAUPUN SEDANG SEDIH DAN BELAJARLAH  SEAKAN KAMU SENDIRI ADALAH PELANGI ITU”.





« Previous
 
Next »
 

0 komentar:

Your comment / BELAJARLAH SEPERTI PELANGI